MAKALAH PERENCANAAN DASAR
MAKALAH PERENCANAAN DASAR
KEPENDUDUKAN DAN AKSES
AIR BERSIH SERTA SANITASI LAYAK UNTUK
KABUPATEN ATAU KOTA DI PROVINSI LAMPUNG
DISUSUN OLEH :
Kelompok V
Olivia
Amarezha (30.0473)
Alfi
Syahrezha Barit (30.0945)
Kiven Imanuel Aseng (30.1304)
Maria
Intan Bere Besin (30.1144)
Muh
Khuwailid Hakim (30.1197)
Kelas : I.6
PRODI
KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
FAKULTAS
PERLINDUNGAN MASYARAKAT
INSTITUT
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan rahmat -Nya, dan atas penyertaan-Nya saya diberikan kekuatan
dan kesabaran untuk menyelesaikan Makalah Perencannan
Dasar tentang “Kependudukan dan Akses Air Bersih serta Sanitasi Layak atau Kota
di Provinsi Lampung”. Makalah ini tentunya penulis mengalami beberapa
hambatan, tantangan seta kesulitan, namun karena binaan dan dukungan dari semua
pihak, akhirnya semua hambatan tersebut bisa teratasi.
Melalui penyusunan makalah ini tentunya saya
sadar akan banyak ditemukan kekurangan pada laporan ini. Baik itu dari segi
kualitas maupun dari segi kuantitas yang saya tampilkan. Dengan sepenuh hati,
saya pun sadar bahwa makalah ini masih penuh dengan kekurangan dan
keterbatasan, oleh sebab itu saya memerlukan saran serta kritikk yang membangun
yang dapat menjadikan skripsi ini lebih baik.
Selanjutnya saya mengucapkan terimakasaih
yang sebanyak-banyaknya kepada segenap pihak yang telah memberikan dukungan,
baik itu berupa bantuan, doa maupun dorongan dan beragam pengalaman selama
proses penyelesaian penulisan makalah ini.Terakhir, tentunya saya berharap
setiap bantuan yang telah diberikan oleh segenap pihak dapat menjadi lading
kebaikan. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi para
pembaca.
DAFTAR ISI
Kata pengantar......................................................................................................i
Daftar isi …………………………………………………………………………ii
Bab I. Pendahuluan…………………………………………………………….…1
1.1
Latar Belakang
masalah …………………………………………..………1
1.2
Rumusan
masalah…………………………………………………….……2
1.3
Tujuan
Penulisan…………………………………………………………..2
Bab II. Pembahasan…………………………………………………....................3
2.1 Pengertian
Kependudukan…………………………………………………………….......3
2.2 Pengertian
SDGS…………………………………………………………………….........3
2.3 Metode Data
dan Variebel………………………………………. ……………………….5
2.4 Metode Hierarchical
Cluste ……………………………………………………………….6
2.5 Hasil dan
Pembahasan…………………………………………………………………….7
Bab III. Penutup……………………………………………………………………………...15
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………15
3.2.Saran……………………………………………………………………………………..15
Daftar Pustaka……………………………………….…………………………..16
Personil Pelaksaan Tugas……………………………………….………………17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sustainable Development Goals atau lebih
dikenal SGDs ini memiliki target utama ialah menjamin adanya kehidupan yang
sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua kalangan. Salah satu goals atau
target yang ingin dicapai pada program SGDs ialah mengenai kemiskinan,
pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang sebagai goal atau tujuan SGDs ini
adalah memiliki tujuan untuk mewujudkan atau menciptakan pendidikan yang
berkualitas. Dengan terwujudnya pendidikan yang berkualitas, akan tercipta SDM
atau sumber daya manusia yang berkualitas. Tujuan keenam dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjamin ketersediaan dan manajemen air serta sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua. Adanya komitmen SDGs ini, meluncurkan agenda
nasional yaitu 100 % akses universal air minum dan sanitasi yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Tak terkecuali untuk Provinsi Lampung yang juga menargetkan seluruh
Kabupaten/Kota di Lampung meraih 100% universal air minum dan akses sanitasi
layak pada tahun 2019. Provinsi
Lampung merupakan provinsi yang memiliki “rapor buruk” dalam hal akses air
minum dan sanitasi layak. Hal ini didasari dari data Badan Pusat Statistik
pada tahun 2018, akses air minum
layak untuk Provinsi Lampung sebesar 56,78 persen. Dalam hal air minum layak,
Provinsi Lampung hanya unggul dari tetangganya yaitu Provinsi Bengkulu yang
berada diposisi terbawah dengan persentase 49,37 persen.
Sedangkan untuk akses sanitasi layak, Provinsi Lampung
juga berada pada posisi 4 terendah di Indonesia dengan
persentase 52,48 persen.
Akses Sanitasi di Provinsi Lampung hanya unggul dari 4 Provinsi
Lainnya, yaitu Papua (33,75 %), Bengkulu (44,31%) dan Nusa Tenggara Timur (50,72%).
Rendahnya akses air minum dan sanitasi
layak di Provinsi
Lampung disebabkan masih
minimnya infrastruktur air minum dan sanitasi
layak di Provinsi
tersebut. Kondisi geografis yang sulit dijangkau juga menjadi kendala pembangunan infrastruktur. Kemudian adanya
ketimpangan dan kesenjangan antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung juga mengakibatkan rendahnya akses air minum dan sanitasi layak.
Di Daerah Perkotaan, yaitu di Kota Bandar Lampung
dan Kota Metro,
akses air minum layak cukup tinggi, masing masing
sebesar 83,80 persen dan 79,48 persen. Kedua Kota tersebut memiliki akses air
minum layak tertinggi di Provinsi Lampung. Sementara itu, Kabupaten yang
memiliki akses air minum layak terendah adalah Kabupaten Lampung utara dan Kabupaten
Way kanan yaitu sebesar 22,19 persen dan 27,93 persen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa akses air minum layak di Kota Bandar Lampung dan Metro hampir
empat kali lebih bagus dibandingkan dengan akses air minum di Kabupaten Lampung
utara dan Way Kanan. Fenomena ini
perlu mendapat perhatian khusus karena berdasarkan rata-rata persentase rumah
tangga dengan akses terhadap air minum layak
untuk wilayah Indonesia
Bagian Barat telah mencapai 73,45 persen
pada tahun 2018. Dengan demikian, Kondisi tersebut menggambarkan ketimpangan
yang terjadi antarKabupaten/Kota di Provinsi
Lampung.
Sementara itu, untuk
sanitasi layak di Kabupaten/Kota Provinsi Lampung juga masih terdapat
ketimpangan. Terdapat tujuh
Kabupaten yang memiliki
persentase dibawah 50 persen untuk rumah
tangga yang tempat akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau sistem
pengolahan air limbah (SPAL). Ketujuh Kabupaten tersebut adalah Kabupaten
Lampung barat, Lampung timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Way kanan, Mesuji
dan Tulang Bawang Barat. Sedangkan untuk penggunaan kloset dengan leher angsa,
terdapat sembilan Kabupaten yang persentase rumah tangga penggunaan jenis kloset
leher angsa kurang
dari 90 persen. Di Kabupaten
Mesuji, persentase rumah tangga
yang menggunakan jenis kloset berupa
leher angsa sebesar
64,82 persen. Sedangkan di Kota Bandar Lampung dan Kota
Metro hampir seluruh rumah tangga menggunakan kloset leher angsa, dengan
persentase masing-masing 98,52 persen dan 99,57 persen.Melihat adanya kesenjangan dan ketimpangan seperti hal
diatas, diperlukan pengkajian mendalam terkait indikatro akses air minum dan
sanitasi layak di Provinsi Lampung untuk mendorong tercapainya target persen akses universal air minum dan sanitas
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian dari Kependudukan !
2. Jelaskan Pengertian dari SDGS !
3. Bagaimana Hubungan Data
& Variebel Penelitian Clustering Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung ?
4. Bagaimna Metode Hierarchical Cluster menjawab masalah SDGS
berkaitan dengan air bersih di Provinsi Lampung ?
5. Jelaskan tentang Hasil & Pembahasann !
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Menjelaskan
pengertian dari Kependudukan
2. Menjelaskan
pengertian dari SDGS
3. Menjelaskan hubungan
hubungan data & variebel
penelitian clustering akses Air Bersih dan sanitasi layak Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung.
4. Menjelaskan Metode Hierarchical Cluster menjawab
masalah SDGS berkaitan dengan air
bersih di Provinsi Lampung.
5.Jelaskan Hasil & Pembahasan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kependudukan
Kependudukan adalah
hal yang berhubungan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama,
kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pengelolaan
kependudukan dan pembangunan keluarga merupakan kegiatan merencanakan untuk
mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk
merealisasikan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas
penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Perkembangan kependudukan adalah
kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat
berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang
meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat
sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk
mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa,
berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
2.2 Pengertian Sustainable Development
Goals (SDGS)
SDGs
atau kepanjangannya adalah Sustainable Development Goals merupakan program
kerja yang telah disepakati sekitar 190an negara. Sebelumnya, sebelum adanya
Sustainable Development Goals (SGDs) telah ada program kerja ini yang
sebelumnya disebut Millenium Development Goals (MDGs) dan pada tahun 2015 masa program kerjanya telah habis.
Akan tetapi, para petinggi menyadari
pentingnya program ini. Seperti yang diketahui pada masa program Milleni
Development Goals atau MDGs yang dijalankan pada tahun 2000 yang memiliki salah
satu target ialah mengurangi jumlah penduduk miskin hingga 50% pada tahun 2015.
Dan setelah era Millenium Development Goals atau MDGs berakhir, program MDGs berhasil mengurangi penduduk
miskin dunia hampir setengahnya. Sehingga progam kerja Millenium Development
Goals (MDGs) diperpanjang dan berganti nama menjadi Sustainable Development
Goals (SGDs). SDGs merupakan program inklusif. SDG memiliki 7 target yang
sangat eksplisit tertuju kepada orang dengan kecacatannya. SDGs juga
menambahkan enam target untuk situasi dalam keadaan darurat. Terdapat juga
tujuh target yang bersifat universal dan terdapat dua target yang ditujukan. SDGs
telah dibuat secara detail dengan dilakukan negosiasi secara internasional yang
juga terdiri dari berbagai negara yang berpendapatan menengah maupun rendah.
Sustainable Development Goals atau lebih
dikenal SGDs ini memiliki target utama ialah menjamin adanya kehidupan yang
sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua kalangan. Dalam melaksanakan
SDGs diperlukan 5 pondasi dalam mencapi tujuannya. Terdapat 5 pondasi yakni:
manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan. Diharapkan dengan
memiliki 5 pondasi ini akan mencapai tujuan pada Sustainable Development Goals
atau SDGs. Sehingga dibuatlah beberapa goals atau target yang akan dicapai
dalam SDGs. Ada 17 goals atau target yang ingin dicapai pada program SGDs ini.
Salah satu goals atau target yang ingin dicapai pada program SGDs ialah
mengenai kemiskinan, pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang sebagai goal
atau tujuan SGDs ini adalah memiliki tujuan untuk mewujudkan atau menciptakan
pendidikan yang berkualitas. Dengan terwujudnya pendidikan yang berkualitas,
akan tercipta SDM atau sumber daya manusia yang berkualitas. Jika SDM atau
sumber daya manusianya berkualitas maka tiap negara-negara dapat berkembang
pada masing-masing negaranya. Sehingga negara-negara dapat maju dan berkembang.
Selain
pendidikan yang menjadi goal atau target SGDs, SGDs memiliki target mengenai
kemiskinan. SGDs memiliki target yakni menangani kemiskinan. Jika kemiskinan
dapat diatasi, maka tidak ada lagi masyarakat yang menderita dan akan
terciptanya kesejahteraan pada masyarakat.Selain itu, kesehatan juga penting
dalam goals SGDs. Perlu adanya perhatian mengenai kesehatan. Jika kesehatan
pada tiap-tiap negara selalu diperhatikan. Diharapkan pada tiap negara akan
terwujudnya masyarakat yang sehat.Selain 3 goals atau target pada SGDs
tersebut, ada 14 target lainnya yang ingin diwujudkan pada negara-negara
sehingga tujuan pada SGDs yakni ialah
menjamin adanya kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua
kalangan ini dapat tercapai.
SGDs atau
Sustainable Development Goals telah menetapkan 17 goals atau target
termasuk mengenai aspek pendidikan, kemiskinan dan kesehatan. Terdapat 17 goals
atau target pada Sustainable Development Goals ini yakni dapat menciptakan
dunia tanpa kemiskinan, menciptakan dunia yang terbebas dari kelaparan pada
masyarakatnya, dapat terciptanya kesehatan yang baik dan dapat terciptanya
kesejahteraan pada tiap negara, mewujudkan pendidikan yang berkualitas,
mewujudkan kesetaraan gender, terwujud adanya air bersih sanitasi tiap negara,
adanya energi bersih dan terjangkau pada masyarakat, terjaganya pertumbuhan
ekonomi dan tiap masyarakat pada suatu negara memiliki pekerjaan yang layak,
terwujudnya industri, inovasi, dan infrastruktur pada suatu negara, dapat
mengurangi kesenjangan dalam masyarakat, tetap terjalin keberlansungan suatu
kota dan komunitas pada suatu negara, adanya aksi mengenai iklim, menjaga
kehidupan bawah laut, menjaga kehidupan di darat, adanya institusi peradilan
yang kuat dan kedamaian, dan memiliki kemitraan untuk mencapai tujuannya.
Sehingga 17 goals ini diharapkan dapat tercapai pada SGDs ini yang akan
melanjutkan program kerja dari Millenium Development Goals (MDGs) tersebut. Negara
Indonesia juga bersama negara-negara lain bekerja sama untuk mencapai target
pada Sustainable Development Goals (SGDs). Dalam mencapai tujuan pada
Sustainable Development Goals (SGDs) ini hanya memiliki waktu 15 tahun. Berarti
pada negara Indonesia akan menjalankan atau melaksanakan 3 periode pemerintahan
untuk mewujudkan tujuan dan target-target pada SGDs.
Adanya
aksi mengenai iklim ini juga merupakan salah satu target yang ingin dicapai
pada SDGs. Dengan adanya perhatian mengenai iklim-iklim maka masyarakat akan
lebih peduli. Jika iklim pada suatu negara mengalami keanehan atau gangguan
maka masyarakat akan bersikap lebih cepat atau sigap dalam menangani gangguan
atau keanehan pada iklim tersebut yang mungkin saja akan memberikan dampak yang
kurang baik pada masyarakat. Sehingga penting adanya aksi kepedulian mengenai
iklim yang dianggap tidak sesuai.Energi Bersih dan Terjangkau
yang menjadi aspek yang penting dalam mencapai tujuan SDGs ini. Dengan adanya
energi yang bersih dan terjangkau akan meningkatkan kesejahteraan pada suatu
negara karena energi tersebut dapat dijangkau dan dapat digunakan oleh banyak
kalangan pada suatu negara atau bahkan diakses ke negara-negara untuk
meningkatkan kesejahteraan negara tersebut.
Tanpa
kelaparan juga merupakan goal atau target yang harus dicapai. Hal ini perlu
dicapai karena dalam mencapai kesejahteraan maka dalam masyarakat berbagai
kalangan tidak boleh menderita kelaparan. Sehingga dalam mencapai masyarakat
tanpa kelaparan diperlukan peningkatan ketahanan pangan dan memperbaiki
nutrisi. Selain itu, dalam mencapai target tersebut maka akan mendorong
masyarakat untuk melakukan budidaya dalam aspek bertani mau berternak dalam
meningkatkan kebutuhan pangan yang berkelanjutan.Sehingga dengan adanya SDGs diharapkan
akan memberikan hasil yang lebih baik lagi daripada MDGs. Jika telah
tercapainya 17 goals atau target SDGs dalam mencapai tujuannya maka
negara-negara atau lebih tepatnya dunia akantercipta kesejahteraan dalam
masyarakat dan akan terbebas dari berbagai permasalahan sebelumnya. Oleh karena
itu, SDGs ini sangat penting untuk dicapai dan dibutuhkan dukungan dari
masyarakat pada tiap negara agar dapat tercapai tujuan dan goals SDGs.
2.3 Metode Data
dan Variabel Penelitian
Data dalam
penelitian ini adalah
data sekunder yang berasal dari Publikasi Indikator Perumahan dan kesehatan Lingkungan 2018, Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Lampung
Tahun 2018. Unit observasi adalah 15 Kabupaten/Kota
di Provinsi Lampung pada tahun 2018. Terdapat 7 variabel untuk analisis
clustering akses air minum dan sanitasi layak Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung, ketujuh variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Variabel |
Penjelasan Variabel |
(1) |
(2) |
X1 |
Persentase rumah tangga yang
menggunakan sumber air minum bersih adalah persentase rumah tangga yang
menggunakan sumber air minum bersih yang terdiri dari air kemasan, air isi ulang, leding, dan sumur
bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung dengan jarak ke tempat
penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat lebih dari 10 meter. |
X2 |
Persentase rumah
tangga yang menggunakan sumber air minum layak adalah persentase rumah tangga
yang menggunakan air minum layak (berkualitas) untuk minum. Air minum layak
(berkualitas) adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran),
keran umum, hydrant umum,
terminal air, penampungan air hujan (PAH)
atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur
pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembungan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk
air kemasan, air dari penjual
keliling, air yang dijual melalui tangki, air sumur dan mata air tidak
terlindung. |
X3 |
Persentase rumah tangga yang
menggunakan akses air minum layak adalah perbandingan antara rumah tangga dengan akses
terhadap sumber air minum berkualitas (layak) dengan rumah tangga seluruhnya
yang dinyatakan dalam persentase. |
X4 |
Persentase rumah tangga yang memiiliki
fasilitas buang air besar digunakan sendiri |
X5 |
Persentase rumah tangga yang memiliki
jenis kloset yang digunakan adalah leher angsa. Kloset leher angsa adalah
kloset yang dibawah
dudukannya terdapat saluran berbentuk huruf “U” (seperti leher angsa) |
X6 |
Persentase
rumah tangga yang tempat pembungan akhir tinja adalah tangki septik/IPAL.
Tangki septik adalah tempat pembuangan akhir yang berupa bak penampungan,
biasanya terbuat dari pasangan bata/batu atau beton di semua sisinya juga
bagian dasarnya. Sedangkan IPAL adalah sebuah struktur yang dirancang untuk
membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air
tersebut untuk digunakan pada aktivitas yang lain. |
X7 |
Persentase rumah tangga yang
menggunakan sumber air layak utama
untuk memasak/mandi dan cuci |
|
|
Menurut Strategi pencapaian target dan indikator (SDGs), Tujuan
keenam pada program pembangunan berkelanjutan atau
Suistanable Development Goals (SDGs)
memiliki 4 strategi
dengan tiga indikator. Ketiga indikator tersebut adalah:
a.
Proporsi
rumah tangga yang memiliki akses air minum layak. Pada indikator ini digunakan
3 variabel yaitu sumber air minum bersih, sumber air minum layak dan akses air
minum layak.
b.
Proporsi
rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak. Pada indikator ini digunakan 3
variabel yaitu presentase fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri, jenis
kloset yang digunakan adalah leher angsa dan penggunaan tangki septik/IPAL
dalam tempat pembuangan akhir tinja.
c.
Persentase
total sumber air yang digunakan. Data ini tidak tersedia, sehingga digunakan
pendekatan dengan variabel
persentase rumah tangga
yang menggunakan sumber
air layak untuk memasak/mandi
dan cuci.
2.4
Metode Hierarchical Cluster
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
cluster (analisis gerombol). Analisis klaster adalah tehnik
yang digunakan untuk
mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok
yang relatif homogen yang disebut cluster.
Objek dalam tiap cluster cenderung memiliki kemiripan satu dengan
lainnya, sedangkan antar
cluster mempunyai sifat yang berbeda.
Analisis cluster juga disebut analisis klasifikasi atau taksonomi numeric
(numerical taxonomy). Analisis cluster
pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data yaitu
meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai cluster.
Analisis cluster
dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu Hierarchical Cluster dan K-Means Cluster (Nonhierarchical cluster). Pengelompokkan secara hierarki
biasanya digunakan untuk
jumlah sampel yang relatif
sedikit. Sedangkan untuk data yang banyak dapat digunakan K-Means Cluster.
Tujuan pengklasteran ialah untuk mengelompokkan obyek yang mirip
dalam klaster yang sama,
maka beberapa ukuran diperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda
obyek-obyek tersebut. Pendekatan yang paling biasa
ialah mengukur kemiripan
dinyatakan dalam jarak (distance) antara pasangan obyek. Makin
besar nilai ukuran kemiripan atau jarak antar dua buah obyek, makin besar pula perbedaan antara dua
objek tersebut, sehingga cenderung untuk tidak menganggapnya ke dalam kelompok
yang sama.
Terdapat
beberapa cara dalam mengukur jarak, yaitu:
a.
Menggunakan jarak euclidean, yaitu jarak
berupa akar kuadrat perbedaan nilai untuk tiap
variabel.
Jika x = (x1,x2,…,xp) Y=(𝑦1,𝑦2,…,yp) mka
D(x,y)=√(𝑥1 − 𝑦1)2
+ (𝑥2 − 𝑦2)2 … + (𝑥𝑝 − 𝑦𝑝)2
………………………………………………..(1)
b.
Menggunakan jarak kuadrat euclidean (squared euclidean distance).
c.
The
city Block or Manhattan Distance antara dua objek
merupakan jumlah nilai perbedaan mutlak untuk tiap variabel. Jarak ini juga
disebut jarak Minkowski.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengklasteran:
1.
Sampel yang diambil harus benar-benar bisa mewakili populasi.
2.
Pengujian Multikolinieritas untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lainnya.
3.
Transformasi data
Jika terdapat perbedaan
nilai yang besar antar variabel yang dapat menyebabkan bias dalam analisis
klaster maka data asli perlu ditransformasikan (standarisasi). Misalnya
terdapat variabel dalam satuan puluhan dan ada dengan satuan ratusan. Perbedaan
data yang besar akan menyebabkan perhitungan jarak menjadi tidak valid.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengklasteran:
4.
Sampel yang diambil harus benar-benar bisa mewakili populasi.
5.
Pengujian Multikolinieritas untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lainnya.
6.
Transformasi data
Jika terdapat perbedaan
nilai yang besar antar variabel yang dapat menyebabkan bias dalam analisis
klaster maka data asli perlu ditransformasikan (standarisasi). Misalnya terdapat
variabel dalam satuan puluhan dan ada dengan satuan ratusan. Perbedaan data
yang besar akan menyebabkan perhitungan jarak menjadi tidak valid.
2.5
Hasil
dan Pembahasan
Analisis Deskriptif
Capaian akses air
minum dan sanitasi layak di Provinsi Lampung telah mengalami perkembangan
positif. Hal ini dikarenakan selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan,
baik pada akses air minum maupun
sanitasi layak. Namun demikian, capaian
akses air minum dan sanitasi layak untuk daerah perkotaan
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan.
1.
Capaian akses air
minum layak
Pada tahun 2018,
capaian akses air minum layak untuk Provinsi
Lampung sebesar 56,78 persen
sedangkan secara Nasional angkanya sebesar 73,68 persen. Capaian Provinsi
Lampung tersebut merupakan posisi terbawah kedua setelah Provinsi Bengkulu yang
berada diposisi terbawah yaitu 49,37 persen. Capaian akses air minum untuk
daerah perkotaan di Provinsi Lampung cenderung lebih besar dibandingkan daerah
perdesaan. Pada tahun 2016 sampai dengan 2018, capaian akses air minum layak
untuk daerah perkotaan masing-masing sebesar 72,83 persen; 71,20 persen dan
72,08 persen. Sementara untuk daerah perdesaan, capaian akses air minum layak
masih sangat minim. Pada tahun 2016 dan 2017, capaian
masih kurang dari 50 persen,
yaitu sebesar 45,56
persen pada tahun 2016 dan 47,71 persen pada tahun 2017. Sedangkan untuk
tahun 2018, capaian akses air minum layak mencapai 50,85 persen. Rendahnya
akses air minum layak di Provinsi Lampung dikarenakan rendahnya angka akses air
minum di masing-masing Kabupaten Provinsi Lampung.
Tabel 2. Persentase rumah tangga di Daerah Perkotaan dan
Perdesaan yang memiliki Akses terhadap Air
Minum
Layak di Provinsi Lampung dan Indonesia Tahun
2016-2018
Lampung |
|
Nasional |
||||
Tahun |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perkotaan |
Perdesaan |
Perkotaan/Perdesaan |
Perkotaan |
Perdesaan |
Perkotaan/Perdesaan |
2016 |
72,83 |
45,56 |
52,41 |
81,05 |
60,72 |
71,14 |
2017 |
71,2 |
47,71 |
53,79 |
80,82 |
62,1 |
72,04 |
2018 |
72,08 |
50,85 |
56,78 |
81,55 |
64,18 |
73,68 |
Capaian akses sanitasi layak
Pada tahun 2018, capaian akses sanitasi
layak untuk Provinsi Lampung sebesar 52,48 persen sedangkan secara Nasional
angkanya sebesar 69,27 persen. Capaian Provinsi Lampung tersebut merupakan
posisi keempat terbawah setelah Provinsi Papua, Bengkulu dan Nusa Tenggara
Timur. Capaian akses sanitasi
layak untuk daerah
perkotaan di Provinsi
Lampung lebih tinggi dibandingkan
daerah Perdesaan. Pada tahun 2016 sampai dengan
2018, capaian akses sanitasi layak untuk daerah perkotaan masing-masing sebesar
85,17 persen, 80,43 persen dan 76,55 persen. Sementara untuk daerah perdesaan,
capaian akses sanitasi layak pada tahun 2016 sampai dengan 2018 masing- masing
sebesar 49,66 persen, 43,28 persen dan 43,16
persen.
Rendahnya akses sanitasi layak di Provinsi Lampung
diakibatkan oleh rendahnya akses sanitasi
pada komponen penggunaan tangki septik pada pembuangan akhir tinjanya. Hanya
terdapat 56 rumah tangga dari 100 rumah tangga di Provinsi Lampung yang
menggunakan tangki septik atau IPAL pada pembuangan akhir tinjanya.
Tabel 3. Persentase
rumah tangga di Daerah Perkotaan dan Perdesaan yang memiliki Akses Sanitasi
Layak
di Provinsi Lampung dan Indonesia Tahun 2016-2018
Lampung |
|
Nasional |
||||
Tahun |
|
|
|
|
|
|
|
Perkotaan |
Perdesaan |
Perkotaan/Perdesaan |
Perkotaan |
Perdesaan |
Perkotaan/Perdesaan |
2016 |
85,17 |
49,66 |
58,58 |
80,77 |
54,16 |
67,80 |
2017 |
80,43 |
43,28 |
52,89 |
80,67 |
53,43 |
67,89 |
2018 |
76,55 |
43,16 |
52,48 |
80,48 |
55,74 |
69,27 |
Sumber
: Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
1. Perbandingan
Akses air minum dan sanitasi layak Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Akses air minum dan sanitasi layak di Provinsi Lampung
cenderung mengalami ketimpangan dan kesenjangan terutama untuk daerah Kota dan
Kabupaten. Berdasarkan tabel 3 dibawah ini, daerah Perkotaan yaitu Kota Bandar Lampung
dan Kota Metro
memiliki akses air minum dan sanitasi
layak yang cukup tinggi. Akses air minum
layak di Kota Bandar Lampung
dan Metro masing-masing sebesar 83,80
persen dan 79,48
persen. Sementara itu, akses air minum layak di daerah
Kabupaten berada dibawah angka Daerah Kota. Kabupaten Lampung Utara, Way
kanan dan Tulang Bawang Barat merupakan tiga kabupaten dengan
akses air minum layak terbawah
di Provinsi Lampung
yaitu masing-masing sebesar 22,19 persen; 27,93 persen dan 35,92 persen.
Sedangkan Kabupaten Pringsewu merupakan pengunci untuk daerah Kabupaten yang
memiliki akses air minum layak terbaik. Kabupaten yang pernah mendeklarasikan Open Defecation Free (ODF) dan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) ini memiliki akses air minum layak sebesar 79,47
persen. Kemudian disusul oleh Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Selatan dan
Tanggamus dengan masing-masing sebesar 69,98 persen; 67,37 persen dan 65,83 persen.
Sementara itu, untuk akses sanitasi layak
di Daerah Kota juga sangat tinggi jika dibandingkan daerah Kabupaten di
Provinsi Lampung. Kota Metro merupakan Kota dengan akses sanitasi layak
tertinggi di Provinsi Lampung, yaitu sebesar 96,77 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat 97 dari 100 rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak.
Tingginya akses sanitasi layak di Kota Metro
disebabkan tingginya penggunaan pada kloset jenis leher angsa yang hampir
mencapai angka 100 persen.
Sementara itu, Kota Bandar Lampung
merupakan Kota tertinggi kedua dalam hal akses
sanitasi layak yaitu sebesar 86,41 persen.
Sedangkan untuk
Kabupaten Lampung Barat,
Tulang Bawang Barat dan Way Kanan merupakan tiga Kabupaten yang memiliki
akses sanitasi terendah
yaitu masing-masing sebesar 25,46 persen;
26,08 persen dan
26,13 persen. Kabupaten Lampung Selatan merupakan Kabupaten dengan akses
sanitasi terbaik yaitu sebesar 78,26 persen.
Tabel 3. Perbandingan Akses Air minum dan sanitasi layak
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2018
Kabupaten/Kota |
Akses Air Minum Layak |
Sanitasi Layak |
(1) |
(2) |
(3) |
Lampung
Barat |
62,32 |
25,46 |
Tanggamus |
65,83 |
48,50 |
Lampung
Selatan |
67,37 |
78,26 |
Lampung
Timur |
43,33 |
33,36 |
Lampung
Tengah |
50,97 |
43,10 |
Lampung
Utara |
22,19 |
27,27 |
Way
Kanan |
27,93 |
26,13 |
Tulang
Bawang |
69,98 |
63,87 |
Pesawaran |
61,30 |
65,39 |
Pringsewu |
79,47 |
74,16 |
Mesuji |
60,03 |
33,58 |
Tulang
Bawang Barat |
35,92 |
26,08 |
Pesisir
Barat |
51,15 |
51,86 |
Bandar
Lampung |
83,80 |
86,41 |
Metro |
79,48 |
96,77 |
Provinsi
Lampung |
56,78 |
52,48 |
Analisis Hierarchical Cluster
Untuk mengetahui jarak dari kemiripan antar Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung dapat dilihat pada tabel Proximity
Matrix berikut ini:
Tabel 4. Proximity Matrik Hasil Output SPSS
Case |
Squared
Euclidean Distance |
||||||||||||||
|
Lambar |
Tgms |
Lamsel |
Lamti m |
Lamten g |
Lamut |
Wayknan |
Tuba |
Peswrn |
Pringswu |
Mesuji |
tbb |
Pesisir |
Balam |
Metro |
Lambar |
,000 |
,436 |
3,953 |
4,981 |
2,680 |
9,107 |
4,837 |
1,092 |
,672 |
3,708 |
,293 |
3,383 |
,151 |
8,939 |
6,692 |
Tgms |
,436 |
,000 |
4,998 |
7,759 |
4,630 |
13,248 |
8,149 |
1,796 |
1,135 |
4,195 |
,754 |
6,172 |
,994 |
9,967 |
7,001 |
Lamsel |
3,953 |
4,998 |
,000 |
2,056 |
1,056 |
6,180 |
5,607 |
,893 |
1,436 |
,178 |
6,320 |
3,934 |
2,908 |
1,044 |
,734 |
Lamtim |
4,981 |
7,759 |
2,056 |
,000 |
,427 |
1,128 |
1,271 |
2,574 |
3,358 |
3,332 |
6,672 |
,811 |
3,399 |
4,316 |
5,006 |
Lamteng |
2,680 |
4,630 |
1,056 |
,427 |
,000 |
2,758 |
1,812 |
,911 |
1,389 |
1,799 |
4,193 |
,913 |
1,573 |
3,683 |
3,552 |
Lamut |
9,107 |
13,248 |
6,180 |
1,128 |
2,758 |
,000 |
1,045 |
6,784 |
7,843 |
8,323 |
10,493 |
1,478 |
7,003 |
8,968 |
10,601 |
Wayknan |
4,837 |
8,149 |
5,607 |
1,271 |
1,812 |
1,045 |
,000 |
4,422 |
4,921 |
7,206 |
5,375 |
,180 |
3,500 |
10,02 7 |
10,378 |
Tuba |
1,092 |
1,796 |
,893 |
2,574 |
,911 |
6,784 |
4,422 |
,000 |
,076 |
,837 |
2,486 |
2,819 |
,635 |
3,788 |
2,523 |
Peswrn |
,672 |
1,135 |
1,436 |
3,358 |
1,389 |
7,843 |
4,921 |
,076 |
,000 |
1,223 |
1,850 |
3,235 |
,424 |
4,747 |
3,131 |
Pringswu |
3,708 |
4,195 |
,178 |
3,332 |
1,799 |
8,323 |
7,206 |
,837 |
1,223 |
,000 |
6,081 |
5,200 |
2,927 |
1,230 |
,454 |
Mesuji |
,293 |
,754 |
6,320 |
6,672 |
4,193 |
10,493 |
5,375 |
2,486 |
1,850 |
6,081 |
,000 |
4,100 |
,686 |
12,41 1 |
9,784 |
tbb |
3,383 |
6,172 |
3,934 |
,811 |
,913 |
1,478 |
,180 |
2,819 |
3,235 |
5,200 |
4,100 |
,000 |
2,220 |
8,034 |
8,066 |
Pesisir |
,151 |
,994 |
2,908 |
3,399 |
1,573 |
7,003 |
3,500 |
,635 |
,424 |
2,927 |
,686 |
2,220 |
,000 |
7,420 |
5,684 |
Bandar_L |
8,939 |
9,967 |
1,044 |
4,316 |
3,683 |
8,968 |
10,027 |
3,788 |
4,747 |
1,230 |
12,411 |
8,034 |
7,420 |
,000 |
,434 |
Metro |
6,692 |
7,001 |
,734 |
5,006 |
3,552 |
10,601 |
10,378 |
2,523 |
3,131 |
,454 |
9,784 |
8,066 |
5,684 |
,434 |
,000 |
Tabel di
atas menunjukkan matriks jarak antara variabel satu dengan variabel lain.
Semakin kecil jarak Squared euclidean, maka semakin mirip kedua variabel
tersebut sehingga akan membentuk kelompok (cluster). Dari Tabel 4 dia atas, jarak yang terdekat adalah
antara Kabupaten Lampung
Barat dan Pesisir Barat, yaitu sebesar 0,151. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat kemiripan yang sangat erat antara kedua Kabupaten tersebut. Jarak terdekat kedua
adalah Kabupaten Pringsewu dengan Kabupaten Lampung Selatan yaitu
sebesar 0,178. Keempat Kabupaten tersebut merupakan Kabupaten yang saling berdekatan dan satu sama lain adalah
induk Kabupaten sebelum terjadi pemecahan (Kabupaten Pesisir Barat
merupakan pecahan dari Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2015, dan Kabupaten
Pringsewu merupakan pecahan dari Kabupaten Lampung selatan).
Berdasarkan hasil analisis kluster menurut 7 variabel diatas, 15
Kabupaten/kota di Provinsi Lampung dikelompokkan berdasarkan karakteristik yang
sama. Dari gambar dendogram dibawah ini, dapat diputuskan berapa banyak cluster
yang akan dibentuk. Dari gambar tersebut, sebaiknya dibuat tiga cluster. Tiga
cluster tersebut diharapkan mampu menggambarkan perbedaan karakteristik satu
cluster dengan cluster lainnya.
Berdasarkan dendogram
dibawah ini, dari 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dapat dikelompokkan
menjadi tiga cluster. Ketiga cluster tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Cluster
1 terdiri dari Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Selatan dan Pringsewu.
2.
Cluster 2 terdiri dari Lampung Utara,
Lampung Tengah, Lampung
Timur, Tulang Bawang Barat, Way Kanan.
3. Cluster 3 terdiri dari Kabupaten
Tanggamus, Mesuji, Pesisir Barat, Lampung Barat, Pesawaran dan Tulang Bawang.
Berdasarkan hasil clustering tersebut, maka pencirian klaster dari
masing-masing cluster tersebut adalah sebagai berikut:
Data
rata-rata akses air minum dan sanitasi layak Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Berdasarkan Tiga Cluster yang dibentuk
No Cluste r |
Kabupaten/Kot a |
Sumbe r air minum bersih (X1) |
Sumbe r air minum layak (X2) |
akses air
minu m layak (X3) |
fasilitas buang air
besar digunakan sendiri (X4) |
Jenis kloset yang diguankan adalah leher angsa (X5) |
Penggu naan tangki septik (X6) |
sumber air utama untuk memasak/ mandi dan cuci (X7) |
1 |
Bandar Lampung |
|
|
|
|
|
|
|
|
Metro |
79,84 (T) |
36,53 (S) |
77,53
(T) |
88,52 (T) |
96,26 (T) |
88,32 (T) |
87,47 (T) |
|
Pringsewu |
|||||||
|
Lampung Selatan |
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Way Kanan |
|
|
|
|
|
|
|
|
Tulang Bawang Barat |
36,39 (R) |
29,34 (R) |
36,07
(R) |
87,37 (S) |
81,33 (R) |
32,61 (R) |
43,40 (R) |
|
Lampung Timur |
|||||||
|
Lampung Tengah |
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampung Utara |
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Tulang Bawang |
|
|
|
|
|
|
|
|
Pesawaran |
|
|
|
|
|
|
|
|
lampung barat |
64,09 (S) |
44,26 (T) |
61,77
(S) |
79,45 (R) |
82,69 (S) |
56,67 (S) |
73,06 (S) |
|
Pesisir Barat |
|||||||
|
Mesuji |
|
|
|
|
|
|
|
|
Tanggamus |
|
|
|
|
|
|
|
Pencirian
cluster dilakukan dengan membandingkan nilai antar cluster dalam suatu
variabel. Perbandingan tersebut menggunakan tiga skala, yaitu tinggi, sedang
dan rendah. Adapun pencirian
dari ketiga cluster tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Cluster pertama yang terdiri dari Kota
Bandar Lampung, Metro, Kabupaten Pringsewu dan Lampung Selatan merupakan
cluster dengan rata-rata akses air minum dan sanitasi layak tertinggi dibandingkan cluster lainnya. Pada cluster ini, dari tujuh
variabel terdapat enam variabel
merupakan nilai tertinggi dibandingkan cluster lainnya. Untuk variabel
penggunaan leher angsa pada jenis kloset yang digunakan (X5) merupakan variabel dengan nilai tertinggi
yaitu 96,26 persen. Kemudian
variabel fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri sebesar 88,52 persen
dan sumber air utama untuk memasak/mandi dan cuci merupakan
air layak sebesar
87,47 persen. Sementara sumber
air minum bersih dan akses minum layak sebesar 79,84 persen dan 77,53 persen.
Hanya variabel sumber air minum layak yang berkategori sedang yaitu sebesar
36,53 persen. Pada cluster
pertama ini, meskipun
merupakan kelompok tertinggi dari berbagai variabel pendukung akses air minum dan
sanitasi layak, namun masih perlu adanya peningkatan akses air dan sanitasi
layak menuju Lampung 100 % universal akses air minum dan sanitasi.
2.
Cluster kedua yang terdiri dari 5
Kabupaten merupakan cluster dengan nilai rata-rata akses air minum dan sanitasi
layak terendah dibandingkan dengan cluster pertama dan ketiga.. Hanya variabel
fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri yang memiliki persentase lebih
tinggi dibandingkan cluster kedua, yaitu sebesar 87,37 persen. Sedangkan enam
variabel lainnya
merupakan variabel dengan rata-rata terendah, khususnya untuk variabel X1, X3, X6, dan X7
dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 36,39 persen; 36,07 persen; 32,61
persen dan 43,40 persen. Pada cluster ini, diperlukan pemusatan untuk
peningkatan pada seluruh variabel penelitian untuk meningkatkan angka secara
keseluruhan di Provinsi Lampung. Mengingat tiga diantara anggota cluster ini
yaitu Lampung Timur, Lampung Tengah dan Lampung Utara merupakan Kabupaten besar yang memiliki
penyumbang besar untuk
angka di Provinsi
Lampung. Peningkatan akses air minum dan sanitasi layak dapat dilakukan
dengan membuat penyaluran air minum ke daerah yang kurang sumber air dan
dibangunnya Sistem penyediaan air minum (SPAM) yang masif dan terintegrasi.
Kebijakan lainnya dapat juga berupa larangan buang air besar sembarangan (BABS)
maupun pembuatan kloset/WC untuk masyarakat, selain itu perlu diadakan
sosialisasi bagi masyarakat untuk membuat sumber air minum (dapat berupa sumur)
yang jaraknya lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan akhir tinja.
3.
Cluster ketiga merupakan cluster dengan
nilai rata-rata sedang atau berada dipertengahan dibandingkan dengan cluster pertama dan
kedua. Pada cluster ini, variabel X1, X3, X5, X6 dan X7 berada pada posisi pertengahan dengan kategori sedang,
nilai rata-rata variabel
tersebut masing- masing
sebesar 64,09 persen; 61,77 persen; 82,69 persen; 56,67 persen dan 73,06
persen. Meskipun cluster ini merupakan kelompok
pertengahan, namun masih perlu adanya
peningkatan yang masif dalam
penanganan air minum dan sanitasi
layak. Penanganan tersebut
dapat berupa aturan untuk
masyarakat agar mengubah perilaku higienis dan sanitasi layak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari panelitian ini
adalah permasalahan air minum dan sanitasi layak di Provinsi Lampung masih
menjadi tugas berat bagi seluruh
stakeholder. Keterbatasan regulasi, anggaran
dan kelembagaan serta kesadaran dari masyarakat Lampung untuk
menggerakkan program air minum dan sanitasi layak menjadi faktor utama belum
tercapainya target universal akses.
Terjadi ketimpangan dan kesenjangan akses air minum dan sanitasi layak
untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Selain itu, ketimpangan dan kesenjangan
juga terjadi di 15 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Lampung. 15
Kabupaten/Kota tersebut dikelompokkan menjadi tiga cluster/kelompok dengan
kriteria akses air minum dan sanitasi yang tinggi,sedang dan rendah
3.2 Saran
Untuk mencegah
masalah air bersih yang berkelanjutan, diperlukan peran aktif dari
pemerintah,sector swasta, dan masyrakat umum seperti penetapan hukum yang tegas
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh sector swasta maupun masyrakat,
teknologi dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu dikembangkan,
diperlukan pengkajian terhadap PDAM baik dari segi tugas,proses kerja, maupun
tanggung jawab kelembagaan, sosialisasi intemsif pada masyrakat pun mengambil
peran yang sanagat penting dan menanamkan gagasan pentignya air bersih sejak
dini. Dan demi tercapainya program SDGS diProvinsi
DAFTAR PUSTAKA
Verania Andria
(2015). Indicators And Data
Mapping To Measure
Sustainable Development Goals
(SDGs) Targets: Case of Indonesia 2015. Jakarta. United Nations
Development Programme.
Badan Pusat Statistik (2018). Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan
2018. Badan Pusat Statistik.Jakarta.
Badan Pusat Statistik (2018),
Indikator Kesejahteraan Rakyat: Hunian
Layak masyarakat berpenghasilan rendah. Badan Pusat
Statistik. Jakarta
Brodjonegoro, Bambang (2015). Roadmap of SDGs Indonesia: a Highlight.
Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency.
Jakarta.
Ben
Satriatna (2015). Menyongsong SGDs
Kesiapan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Lampung.
Unpad Press.
Santoso, Singgih (2010).
Statistik Multivariat :Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta. PT Elex Media
Komputindo.
Basri F.H. 1995. Perekonomian
Indonesia Menjelang Abad XXI : Distorsi, Peluang dan Kendala.
Jakarta:Erlangga.
Awaliah, R (2018). Analisis
Clustering untuk mengelompokkan tingkat kesejahteraan Kabupaten/Kota
berdasarkan Sosial Ekonomi Rumah Tangga di Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Soemartini dan Enny Supartini
(2017), Analisis K-Means Cluster untuk Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Jawa
Barat Berdasarkan Indikator Masyarakat, Konferensi Nasional Penelitian
Matematika dan Pembelajarannya II (KNPMP II). Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 18 Maret 2018
Personil
dan Pelaksanaan Tugas
BAB
I PENDAHULUAN : KELOMPOK
BAB
II
2.1
Pengertian Kependudukan ( Olivia Amarezha )
2.2
Pengertian SDGS ( Alfi Syahreza)
2.3
Metode Data & Variabel (Kiven Imanuel )
2.4
Metode Hierarichal ( Maria Intan Bere B )
2.5
Hasil dan Pembahasan ( Muh.Khuwailid Hakim)
BAB
III KESIMPULAN : KELOMPOK
Comments
Post a Comment