MINI PROPOSAL LAPORAN AKHIR REFORMASI BIROKRASI DI ERA OTONOMI DAERAH
MINI PROPOSAL
LAPORAN AKHIR
REFORMASI
BIROKRASI DI ERA OTONOMI DAERAH
DISUSUN
OLEH :
Nama
: Muh. Khuwailid Hakim
NPP
: 30.1197
Kelas
: I6
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM
NEGERI
FAKULTAS PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KEPENDUDUKAN
DAN PENCATATAN SIPIL
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otonomi
Daerah yang dicanangkan pemerintah, dengan dikeluarkannya UU. No 32 Tahun 2004,
membawa konsekuensi adanya perubahan di segala bidang, khususnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Otonomi Daerah ini dilaksanakan dengan
melihat adanya keragaman yang terjadi di masyarakat dan didorong oleh adanya
tuntutan partisipasi dan keterbukaan yang diakibatkan globalisasi dunia. Di era
global sebuah organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengakomodir semua
kebutuhan dan menyesuaikan dengan kondisi internasional.
Birokrasi
pemerintah sebagai mesin resmi yang mempunyai fungsi pelayanan, pada saat ini
menjadi pusat perhatian semua kalangan, tidak terkecuali di daerah. Sebagaimana
kita ketahui bersama, pemerintah daerah merupakan ujung tombak bagi berhasilnya
otonomi daerah ini. Kedudukan pemerintah daerah yang sangat strategis ini
membutuhkan birokrasi yang berkualitas. Berbagai keluhan yang dilontarkan
masyarakat berkaitan dengan pelayanan birokrasi antara lain, berbelit-belit,
lamban, mahal, tidak transparan sering kita dengar di masyarakat. Keluhan yang
demikian dapat kita maklumi, karena di era sekarang ini masyarakat mempunyai
tuntutan yang besar terhadap mutu pelayanan dari birokrasi pemerintah.
Apabila
birokrasi itu baik, maka semua urusan yang berkaitan dengan masyarakat
langsung, pasti akan berjalan dengan baik pula. Namun kenyataan masih banyak
ditemui adanya hambatan dan kekurangan dalam memberikan pelayanan, sehingga
menimbulkan kekecewaan. Sesungguhnya hambatan dan kekecewaan itu terjadi bukan
karena disebabkan karena birokrasi, namun lebih banyak disebabkan karena
birokrasi yang tidak baik. Hambatan dan kemacetan dalam birokrasi inilah yang
kemudian memberikan kesan negative terhadap birokrasi. Melihat betapa strategis
dan pentingnya peranan birokrasi dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat, sudah saatnyalah birokrasi pemerintah untuk mereformasi diri,
kembali ke fungsi asalnya yakni pelayanan dan bahkan sudah mulai bergeser hanya
sebagai fasilitator dari semua kepentingan masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian di atas, satu permasalahan yang akan dibahas adalah : bagaimana upaya
untuk mereformasi birokrasi di era otonomi daerah ?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan upaya-upaya dalam
mereformasi birokrasi di era otonomi daerah.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan laporan ini diharapkan tidak hanya
untuk kepentingan penulis saja melainkan juga untuk para pembaca agar sekiranya
informasi dan ilmu yang diperoleh dari laporan ini dapat dimanfaatkan serta diterapkan dalam
kehidupan.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. BIROKRASI
DALAM PENGEMBANGAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah menuntut pergeseran
paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan. Otonomi daerah sebagaimana
diamanatkan dalam UU. No. 32 Tahun 2004 menuntut peran yang maksimal dari
birokrasi pemerintahan. Berbicara birokrasi, ada beberapa persepsi atau
pengertian dari birokrasi itu sendiri, tergantung dari sudut pandangnya, antara
lain :
1. Dari segi asal kata ( Etymology ),
istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “ Bureau “ dan “
Kratia “. Bureuau berarti meja atau kantor, sedang Kratia berarti pemerintahan.
Jadi menurut asal katanya, birokrasi berarti pemerintahan melalui kantor.
2. Ditinjau dari sudut administrasi dan
manajemen, birokrasi berarti suatu badan administrasi atau badan manajemen.
Dinamakan badan administrative atau badan manajemen karena setiap kegiatan atau
setiap penyelenggaraan kerja dalam bidang apapun diperlukan suatu badan atau
organ sebagai tempat di mana penyelenggaraan kegiatan itu diadakan. Jadi
birokrasi atau badan administrasi adalah suatu badan yang menyelenggarakan
suatu kegiatan atau pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan baik
dalam bidang pemerintahan atau swasta.
3. Birokrasi sebagai suatu
system,berarti system kerja yang berlandaskan kepada suatu jaringan atau
hubungan kerja sama sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang ditentukan.
4. Birokrasi sebagai tipe
organisasi,berarti merupakan tipe organisasi tertentu. Hal ini berarti di
dalamnya terdapat prinsip-prinsip organisasi seperti lazimnya organisasi pada
umumnya.
Dari berbagai sudut pandang yang
berbeda tersebut, ternyata menimbulkan persepsi yang berbeda pula dalam
mengartikan birokrasi. Dalam sebuah organisasi formal, pada umumnya terdapat
pembagian tugas dan jenjang kewenangan yang jelas. Menurut Hosio ( 2007 : 90
),ada beberapa ciri dari birokrasi,yaitu :
1.
Mempunyai struktur organisasi yang jelas,
2.
Batas-batas wewenang dari setiap pejabat sudah jelas,
3.
Saluran hubungan kerja berlangsung menurut saluran seperti yang tercermin dalam
bagan,
4.
Adanya uraian tugas yang jelas dari setiap anggota organisasi.
Sementara
itu menurut Weber dalam Thoha ( 2003, 17 )ada beberapa ciri ideal dari
birokrasi, yaitu :
1.
Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya
manakala ia menjalankan tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya,
2.
Jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarkhi dari atas ke bawah dan ke
samping,
3.
Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarkhi itu secara spesifik
berbeda satu sama lain,
4.
Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan,
5.
Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, 6. Setiap
pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan
hierarkhi jabatan yang disandangnya,
7.
Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan
senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif,
8.
Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan
resourches instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya,
9.
Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu system yang
dijalankan secara disiplin.
Sebagaimana
dijelaskan di muka,birokrasi selama ini masih dipandang negatip oleh
masyarakat, padahal birokrasi mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
memberikan pelayanan. Penilaian yang negatip tersebut disebabkan beberapa
factor,antara lain :
1.
Ada sementara pejabat atau pegawai yang terlalu berpegang teguh pada peraturan
yang berlaku, tidak dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang
berlangsung,
2.
Tidak adanya human relations yang harmonis dalam instansi, sehingga antara
pejabat yang satu dengan yang lain tidak saling kenal meskipun dalam satu
lingkungan,
3.
Ada sementara pegawai yang dengan sengaja memperlambat urusan dengan maksud
tertentu,
4.
Ada sementara pejabat yang ingin menunjukkan kekuasaannya, 5. Ada pejabat atau
pegawai yang menentang kebijaksanaan pimpinan,
6.
Kebijaksanaan yang ditetapkan pimpinan tidak dimengerti oleh bawahannya
sehingga kebijaksaan tersebut tidak dapat dilaksanakan,
7.
Ada pejabat atau pegawai yang tidak mau menerima perubahan dalam system,metodhe
dan prosedur kerja.
B. REFORMASI
BIROKRASI
Era otonomi daerah merupakan era
dimana pelayanan prima menjadi sentral. Fungsi pelayanan ini terkait dengan
peran pemerintah sebagai katalisator dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Persoalan yang muncul kemudian adalah bahwa pelayanan yang diberikan belum
sesuai harapan masyarakat. Untuk menjawab persoalan tersebut, langkah yang
sangat penting dilakukan adalah reformasi birokrasi. Reformasi merupakan proses
yang sistematis, terpadu dan komprehensif, ditujukan untuk merealisaikan tata
pemerintahan yang biak ( Good Governance ). Wujud birokrasi yang berupa
organisasi formal yang besar merupakan cirri nyata masyarakat modern dan
bertujuan menjalankan tugas pemerintahan serta mencapai ketrampilan dalam
berbagai bidang kehidupan. Birokrasi public mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pengelolaan kebijkan public. Birokrat public adalah para birokrat karier
professional yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan kebijakan public, yang
sangat sulit ditandingi oleh politikus dan pejabat politik.
Karena adanya tuntutan terwujudnya
GOOD Governance, maka mau tidak mau birokrasi harus melakukan reformasi diri.
Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja melalui
berbagai cara dengan tujuan untuk menciptakan efektifitas, efisiensi dan
akuntabilitas. Reformasi birokrasi mengandung arti :
1.
Perubahan cara berpikir ( pola piker, pola sikap dan pola tindak
2.
Perubahan penguasa menjadi pelayan,
3.
Mendahulukan peranan dari wewenang,
4.
Tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir,
5.
Perubahan manajemen kinerja.
Reformasi
birokrasi secara umum bertujuan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik,
didukung oleh penyelenggara Negara yang professional, bebas korupsi, Kolusi dan
Nepotisme dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga terwujud
pelayanan prima. Selain tujuan yang ingin dicapai seperti di atas, reformasi
birokrasi mempunyai beberapa sasaran, yaitu :
1.
Terwujudnya birokrasi professional, netral dan sejahtera, mampu menempatkan
diri sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan
masyarakat yang lebih baik,
2.
Terwujudnya kelembagaab pemerintah yang professional, fleksibel, efektif,
efisien di lingkungan pemerintah pusat dan daerah,
3.
Terwujudnya ketatalaksanaan ( pelayanan public ) yang lebih cepat, tidak berbelait
dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Dalam
melakukan reformasi birokrasi, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan,
yaitu :
1.
Peningkatan kinerja yang ditunjang dengan profesionalisme sumber daya manusia,
2.
Penghematan sumber daya organisasi, yakni manusia, uang, material, metodhe,
mesin, waktu , dan lain-lain,
3.
Bukan sekedar menaikkan gaji,
4.
Remunerasi yang bersifat nasional akan mengalami perbaikan secara menyeluruh,
5.
Tunjangan kinerja diberikan kepada yang berprestasi
Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan dalam reformasi birokrasi, yaitu :
1. Retrospeksi
Retrospeksi adalah menilik ulang dan
mengevaluasi semua kebijakan masa lalu secara jujur dan obyektif, sehingga
faktor penyebab kegagalan dapat ditemukan kembali, kemudian menciptakan system
baru yang lebih baik. Dalam sejarah pemerintahan Indonesia,ternyata pemerintah
tidak mampu menjalankan fungsi pelayanan public dalam tataran yang sederhana
sekalipun , misalnya hak masyarakat untuk memperoleh informasi, pembayaran pajak
dan sebagainya. Oleh karena itu birokrasi harus dapat mengkaji kembali kinerja
masa lalu dan berani melakukan reformasi. Belajar dari pengalaman masa lalu,
ternyata kondisi sistem politik yang tidak stabil menyebabkan birokrasi tidak
mampu memberikan pelayanan public yang memuaskan. Realitas menunjukkan bahwa
untuk saat sekarang, pemerintah bukanlah satu-satunya lembaga pelayan public.
Sektor swata dan organisasi nirlaba sudah banyak mengambil alih peran
pemerintah, yang lambat laun peran pemerintah akan berkurang dalam
memfasilitasi pelayanan public. Oleh karena itu, dengan otonomi daerah
dibutuhkan model dan kerja organisasi public yang responsive, adaptif, peka dan
produktif dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Visi dan misi pelayanan
public harus dirumuskan dengan tepat, sehingga mampu menjawab persoalan masa
kini dan mendatang serta mengembangkan profesioanlsime yang dapat menciptakan
sistem pelayanan prima, cepat, tepat, akurat dan terjangkau daya beli
masyarakat, sehingga dapat meminimalisir complain public. Dalam mendukung upaya
pelayanan prima, perlu dilakukan perencanaan taktis strategis dalam kurun waktu
tertentu tenatng kapan dan bagaimana sistem infoemasi pelayanan public dpat
direalisasikan.
2.
Reorientasi
Dalam era seperti sekarang ini,di
mana perubahan terjadi sangat cepat sebagai akibat globalisasi san tuntutan
yang semakin tinggi dari masyarakat,maka inti reorientasi adalah upaya merubah
paradigma, visi,misi dan strategi kebijakan masa lalu ke dalam suasana baru
yang lebih aspiratif di mata public. Dengan diberlakukannya otonomi daerah,
secara filosofis dan politik telah merubah paradigma baru penyelenggaraan
sistem pemerintahan dari model konvergensi ke devergensi.Meskipun masih perlu
penyempurnaan dalam pelaksanaan otonomi. Konvergensi adalah sistem pemerintahan
sentralistik atau dominasi pemerintahahan pusat, sedangkan devergensi adalah
desentralisasi atau pemeberian otonomi kepada daerah. Dalam reformasi birokrasi
ini, bukan berarti dengan otonomi mengakibatkan intervensi pemerintah tingkat
atasnya diabaikan, karena bagaimanapun juga pemerintah daerah merupakan sub
sistem dari pemerintahan nasional Demikian pula dalam konteks ekonomi dan
lingkungan, kosep satu kesatuan sistem pengelolaannya harus tetap bersifat
integra, sehingga tidak akan timbul konflik kewilayahan. Untuk itu, filosofi
dan sosialisasi otonomi daerah harus dipahami secara sistemik, yaitu bahwa
organisasi pemerintahan daerah aalah konfigurasi dari sub sistem organisasi
yang saling bergantung, berhubungan dan saling mempengaruhi dalam
mempertahankan sistem yang utuh. Ada lima dimensi yang penting dalam mengadakan
perubahan birokrasi pemerintah daerah menuju pemerintahan daerah yang visioner,
mandiri, responsif dan produktif dalam semangat integrasi nasional, yaitu
dimensi kulturaal, dimensi struktural, dimensi etika pemerintahan dan dimensi
globalisasi.
3.
Reposisi
Penerapan system manajemen
pemerintahan dengan pendekatan status quo yang memposisikan birokrasi dalam
peran ganda,yakni peran politik dan kebijakan, menyebabkan masyarakat dan
kelompok kepentingan tidak memiliki ruang dan peran dalam proses kebijakan
public secara proporsional. Dalam perspektif politik kebijakan, peran birokrasi
atau pemerintah yang sangat dominant ketimbang jasa pelayanan public sector
swasta,di masa depan harus dirubah dalam prinsip The best government is the
least government. Peran pemerintah yang baik adalah sedikit dalam campur
tangan. Hal ini disebabkan karena kapitalisme internasional yang memposisikan
sector swasta sebagai “ core “ pelayanan public. Namun di Indonesia, kultur
patrimonialisme yang msih kokoh, menyebabkan kedudukan pemerintah masih kuat.
Untuk mewujudkan reposisi ini, diperlukan reorganisasi sistem manajemen
pemerintahan yang dapat mendorong proses pemberdayaan dan pelembagaan. Kedua
aspek ini penting bagi pemerintah daerah untuk mengantisipasi perubahan.
Pelembagaan adalah proses penyesuaian dan penataan struktur organisasi
kedinanasan, sedangkan pemberdayaan adalah optimalisasi sumber daya manusia
yang terkait dengan posisi jabatan tertentu. Kebijakan penataan organisasi dan
seleksi personil untuk menduduki jabatan tertentu pasti akan menimbulkan dampak
psikologis maupun sosial, baik positip maupun negatip, untuk itu perlu
dilakukan analisis jabatan yang dapat mengakomodir semua kebutuhan dengan
mengacu pada aturan yang berlaku. Reposisi adalah kembali kepada peran asli.
Karena birokrasi telah menguasai semua lini kehidupan, maka reposisi merupakan
kata kunci untuk reformasi birokrasi. Reposisi merupakan kessdaran total atas
multi fungsi pemerintah yang hegemonik untuk secara bijak menjalankan fungsi
alokasi dan distribusi dalam konteks pelayanan publik.Untuk melakukan reposisi
ini, harus ada kemampuan dan kemauan untuk bagaimana merumuskan, menterjemahkan
dan melaksanakan visi kolektif antara pemerintah propinsi, kabupaten menjadi
visi individu semua warganegara ke dalam posisi atau peran masing-masing. Dari
kondisi yang demikian jelas peran stakeholder dalam otonomi daerah sangat
penting. Pelibatan stakeholder bukan saja kebutuhan, melainkan sebuah
kewajiban. Konsep stakeholder pada intinya mengajak para pihak yang
berkepentingan untuk bersama-sama memadukan segenap sumber daya dan energi demi
tujuan atau pencapaian hasil bersama.
4.
Reorganisasi
Model organisasi birokrasi di masa
depan , harus memandang filosofi “ Miskin struktur kaya fungsi “. Merupakan
sikap yang bijak dari pemerintah untuk menerapkan profesionalisme dalam
menyusun organisasi, sehingga budaya KKN dapat dihilangkan. Struktur organisasi
dan tata kerja di susun atas dasar pertimbangan untuk memperpendek rentang
kendali,mengkonsolidasi mekanisme kerja yang meningkatkan disiplin dan gairah
kerja, menciptakan harapan baru, meningkatkan fungsi pelayanan dan mencapai
hasil yang lebih prestatif. Karena esensi organisasi adalah sumber daya
manusia, maka pemerintah daerah harus merubah visi, misi, strategi dan aksi
tindakan yang selaras dengan paradigma profesionalisme. Untuk itu sistem
rekrutmen harus sesuai prosedur, penempatan jabatan harus sesuai aturan dan
adanya remunerasi yang memadai. Dalam upaya membentuk pemerintahan yang efektif
dan efisien, David Osborne mengatakan paradigma yang mengacu konsep good
governance pada dasarnya adalah memenejemeni perubahan yang berorientasi pada
nilai baru “ Mewirausahakan Birokrasi “. Konsep ini pada prinsipnya menjadikan
organisasi pemerintah yang bercirikan organisasi profesional. Formula ini akan
memberikan jaminan tentang kepastian arah, peningkatan fungsi manajerial,
optimalisasi potensi sumber daya manusia dan akomodatif terhadap perubahan. Di
samping itu akan memberikan kesempatan berkompetisi dan dan komitmen personil
yang mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi organisasi baik secara
internal maupun eksternal.
Menurut Sofyan Effendi ( dalam
Sedarmayanti, 2009 : 72 ), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan reformasi birokrasi, yaitu :
1.
Reformasi sector public harus lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan,
profesinalitas dan netralitas birokrasi public guna mengurangi kekaburan
peranan politik antara birokrat dan politisi. Proses politisasi birokrasi dan
birokratisasi politik yang terjadi sebagai akibat dominasi dan hegemoni
birokrasi dalam politik perlu dikurangi agar birokrasi public yang profesioanl
dapat tumbuh lebih subur.
2.
Intervensi pemerintah yang terlalu besar dalam kegiatan ekonomi terbukti
mengakibatkan inefisiensi. Sektor public harus, terutama birokrasi public harus
merubah nilai dari otoritarianisme birokratis ke otonomi demokratis, atau perubahan
dari Negara pejabat menjadi Negara pelayan. Reformasi birokrasi sebagaimana
diinginkan banyak kalangan akan berhasil dengan baik, manakala diterapkan
strategi yang tepat, yakni antara lain :
1. Pembaharuan mind-set ( pola piker ) dan
cultur-set ( budaya kerja ), yakni peningkatan penghasilan dengan prinsip
pekerjaan seimbang dengan imbalan dan pengembangan budaya kerja atau penerapan
nilai budaya pada tiap unit pelaksana pelayanan public.
2.
Sistem manajemen pemerintahan, berupa :
·
Penciptaan pola dasar organisasi pemerintah ( unit pelaksana pelayanan public ),
·
Perubahan dari manajemen ketatausahaan ke manajemen sumber daya manusia
aparatur,
·
Perbaikan sistem pengelolaan asset/barang milik negara,
·
Pembaharuan sistem manajemen keuangan unit pelayanan public,
·
Perbaikan sistem pengawasan dan akuntabilitas aparatur.
Dari semua persoalan yang
berkaitan dengan reformasi birokrasi, sebenarnya ada beberapa kunci pokok bagi
suksesnya reformasi birokrasi, yakni :
1.
Adanya komitmen pimpinan, hal sangat penting mengingat masih kentalnya budaya
paternalistic dalam penyelenggaraan pemerintahan.
2.
Kemauan diri sendiri. Kemauan aparatur untuk mereformasi diri merupakan kunci
pokok yang tidak kalah pentingnya, tanpa ini reformasi hanya sebuah impian
belaka
3.
Perlunya kesepahaman atau persamaan persepsi terhadap pelaksanaan reformasi
birokrasi, terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman yang menghambat reformasi birokrasi.
4.
Perlunya konsistensi. Reformasi birokrasi perlu dilakukan berkesinambungan dan
konsisten, sehingga memerlukan ketaatan dalam perencanaan dan pelaksanaan.
BAB III
PENUTUP
Otomi daerah sebagai salah satu mekanisme
dalam penyelenggaraan pemerintahan, didasarkan atas beberapa pertimbangan,
antara lain pentingnya keterbukaan, pemberdayaan, membawa konsekuensi logis
bagi birokrasi untuk mereformasi diri. Hal ini cukup beralasan mengingat
birokrasi yang ada semenjak orde baru telah melenceng dari filosofi dasarnya
yakni sebagai pelayan public. Satu hal penting yang dapat mendukung dalam upaya
reformasi birokrasi adalah kemauan politik dari seluruh jajaran birokrasi dari
tingkat pusat sampai daerah. Komitmen untuk berubah menyesuaikan tuntutan dan
kondisi masyarakat perlu terus menerus dikembangkan, sehingga birokrasi tidak
lagi menjadi momok yang menyebalkan, membosankan dan julukan lain yang bernada
negative tidak pelu lagi terdengar di masa mendatang.
DAFTAR PUSAKA
1. Yuwono, Teguh, Manajemen
Otonomi Daerah, Membangun daerah Berdasar Paradigma Baru, Clo GAPPS, Diponegoro
University, 2001,
2. Tjokrowinoto, Moeljarto,
Birokrasi dalam Polemik, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2001
3. Albrow, Martin,
Birokrasi, Tiara Wacana,Yogyakarta, 1996
Comments
Post a Comment